Saatnya People Power: RUU KUHP yang Membahayakan
Membungkam rektorat: sudah.
Mengkosongkan kelas-kelas: sudah.
Turun ke jalanan: sudah.
Mengguyur medsos dgn ajakan aksi: sudah
Untuk apa sekolah
dan repot-repot belajar untuk bisa membuat perubahan? Toh, semua solusi
dan fakta itu sudah jelas-jelas ada saat ini. Semua tahu apa yang harus
dilakukan. Tapi ternyata, yang punya “kuasa” juga tidak berusaha
merealisasikan solusi itu. Lagipula, soal menjadi agen perubah di masa
depan, tidak begitu yakin, apa betul masyarakat Indonesia ini masih punya masa depan?
Aneh. Masalah sudah jelas-jelas ada saat ini, tapi justru diminta menunggu untuk melakukan sesuatu di masa depan. Kalau memang ingin mengubah masa depan, bukankah harus melakukannya saat ini? Dan tidak menunggu nanti?
Mengkosongkan kelas-kelas: sudah.
Turun ke jalanan: sudah.
Mengguyur medsos dgn ajakan aksi: sudah
#AksiGejayan #DPRDKotaMalangMemanggil #MosiTidakPercaya dan aksi lainnya, tetap ramai dan makin ramai. Juga damai. Pertanda apakah itu?
Beberapa hari lagi Indonesia memiliki KUHP karya anak bangsa, menggantikan KUHP
penjajah Belanda. Namun, penolakan oleh sekelompok orang terus
dilakukan jelang pengesahan.
Anggota DPR baru akan dilantik pada 1 Oktober 2019 mendatang.
Artinya gerakan mosi tidak percaya ke DPR sekarang itu berlaku hingga 30/9/2019. Karena tanggal 1 Oktober komposisi anggota DPR sudah berubah.
Aksi ini tidak bermaksud untuk menjatuhkan pemerintah. Tapi, mengkritisi kebijakan pemerintah. Baik yang berpanas-panasan turun ke jalan atau yang bekerja dalam ruangan keduanya sama-sama punya sesuatu untuk diperjuangkan, jadi jangan saling merasa lebih baik dari yang lain.
Ada pihak yang mengatakan,
"Mahasiswa yang protes itu emang sudah baca semua rancangan undang-undang yang diprotes? Halah paling cuma ikut-ikutan."
Betul. Mereka sedang melihat pemimpinnya sendiri kemudian meneladani seorang presiden yang bisa tanda tangan kebijakan, tanpa membaca isinya. Tanpa menelaah konteks kebijakan bahkan jangka panjang-nya bagi masyarakat.
Ada pihak yang mengatakan,
"Sekarang rame, paling besok lupa. Buat apa?"
Benar,
ingatan kita pendek, tapi bukan berarti semua tak peduli. Bukan berarti kita tidak melakukan aksi apapun, baik melalui lisan atau tulisan. Ada simpul ide untuk mencoba menyikapi kebijakan ini. Masuk dalam simpul itu, pelajari
isunya, kawal bersama, rawat ingatan, dan aksi dengan berbagai versi. Paling tidak sudah berusaha untuk menunda pengesahan atau merevisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang membahayakan.
Ada yang bergerak dengan aksi, ada yang bergerak dengan tulisan, ada yang bergerak dengan doa, ada yang bergerak di sosial media bahkan ada yang bergerak dengan tidak mempedulikan hal tersebut. Satu yang perlu diingat, menggiring opini yang tidak ikut demo aksi turun ke jalan amat "buruk" sangatlah miris. Setiap orang punya pilihan masing-masing.
Mari berjuang dengan sikap masing-masing.
Ada pihak yang mengatakan,
"Apakah demonstrasi dan aksi masa bisa langsung mengubah keadaan?"
Jawabannya tidak. Tapi sebagai sebuah aksi, ia menunjukkan di mana sikap kita. Ada
Ada pihak yang mengatakan,
"Ah saya kan ngga akan kena KUHP atau Apalah itu."
Belum. Setiap masyarakat akan terdampak kebijakan yang dibikin pemerintah. Sebelum terjadi pada anda, sebelum terjadi pada orang yang anda sayang, yang kena semua buakn satu kelompok masyarakat. Regulasi yang berpotensi korup mesti dilawan.
Ada juga pihak yang mengatakan,
"Tugas mahasiswa itu kuliah, bukan demo."
Aneh. Masalah sudah jelas-jelas ada saat ini, tapi justru diminta menunggu untuk melakukan sesuatu di masa depan. Kalau memang ingin mengubah masa depan, bukankah harus melakukannya saat ini? Dan tidak menunggu nanti?
DAMN ..
Sedikit riset kebijakan RUU KUHP:
Angon bebek bisa dipidana.
Jadi jika orang tua memberi pemahaman tentang sex education bisa dipidana. Hanya petugas yang berhak melakukannya. Luar biasa. Negara kini masuk ke wilayah privat dan mengatur apa yang boleh & apa yang tak boleh diajarkan orang tua kepada anaknya.
Jualan di Trotoar atau tempat-tempat umum di luar yang ditetapkan itu merupakan Tindak Pidana Pelanggaran.
Yang jual dan yang beli sama-sama dipidana.
Hati-hati ya manteman.
Fakta aksi yang turun ke jalan:
Tidak ada seruan penurunan Jokowi, yang ada seruan: DPR sampah!
Tidak ada yang menunggangi. Identitas pelaksana jelas. Panitia jernih dan cerdas.
Tidak bisa dihentikan. Gelombang ini gak mungkin berhenti. Makin membesar bisa. Kecuali tuntutan mereka dikabulkan.
Sumber info:
mojok.co
detik.com
detik.com
twitter:
@arman_dhani
@puthut_ea






Comments
Post a Comment