Ketika PMII Berbicara tentang Keterjebakan Aqidah





Ketika PMII Berbicara tentang Keterjebakan Aqidah


            Sebagai umat Nabi Muhammad SAW, telah kita ketahui bersama yang menjadi pedoman kita dalam memandu kehidupan ialah Al-Quran dan Hadist. Yang mana ke dua sumber tersebut telah terbukti sebagai panduan hidup langsung dari Allah melalui Jibril untuk Nabi Muhammad SAW. Kemudian banyak perintah-perintah dalam hal beragama yang telah menjadi ketentuan autentik sudah diajarkan Nabi SAW kepada umatnya, tidak ada penambahan atau pengurangan dalam hal beribadah kepadaNya.
 Karena selain para ulama sudah menyepakati bahwa semua ibadah telah diajarkan Nabi SAW kepada umatnya, memang secara tekstual kata Ibnu Katsir rahimahullah, beliau mengatakan kalimat yang mulia pada saat menafsirkan potongan surah Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” ayat tersebut adalah dalil paling nyata dan jelas menekankan bahwasanya Nabi SAW tidak menghembuskan nafas terakhirnya kecuali sudah menyampaikan semua apa yang Allah tuntunkan dan umat ini tidak butuh lagi tambahan. Dan Nabi SAW pada saat meninggal dunia di Haji Wada’ beliau mengatakan “ingatlah saya sudah sampaikan pada kalian. Ingatlah saya sudah sampaikan pada kalian.  sudah cukup semuanya. Tidak perlu ada penambahan atau pun pengurangan dalam hal beribadah di dalam Islam.
             Sudah ratusan tahun silam, dari zaman ke zaman, Indonesia telah gencar-gencarnya terkait isu ideologi. Yang mana mulai muncul ijtihad-ijtihad baru yang dibuat para ahli ilmu atau pun ulama besar dalam membuat golongan Islam yang murni berlandaskan Ahlus Sunnah wal Jamaah walau pun muncul bumbu-bumbu. Yang paling kita kenal sampai sekarang mulai Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, LDII, Ahmadiyah, dan semacamnya. Masing-masing golongan tersebut jelas menganggap dirinya sebagai aliran yang mengikuti ajaran Nabi SAW. Namun kembali kita tilik sabda Nabi SAW  yang berbunyi
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.[1] Nabi SAW telah memprediksi terkait golongan-golongan baru setelah beliau wafat. Seperti yang kita ketahui sekarang. “semuanya masuk neraka (bagi Muslim masuk neraka terlebih dahulu kemudian masuk surga) kecuali satu tanpa hisab tanpa neraka, sahabat pun bertanya, “siapa itu ya Rasul” kemudian beliau menjawab, “yang mengikuti ajaranku dan sahabat-sahabatku. Generasi emas ialah generasi Nabi dan sahabat-sahabatnya. Dan para tabiin lah yang menjadi penyalur riwayat-riwayat Nabi SAW.
            Kembali menyoal ijtihad-ijtihad baru yang mulai muncul di zaman sekarang, salah satunya ialah Nahdlatul Ulama, yang mana pendiri besar KH. Hasyim Asyari sebagai sumbangsih besar bagi kalangan masyarakat Indonesia, entah itu demokrasi, pluralisme atau pun kemanusiaan dan semacamnya. Semoga Allah selalu merahmatinya dalam kebaikan. Beliau memiliki kontribusi yang luar biasa bersama KH. Ahmad Dahlan untuk memikirkan bangsanya agar tetap menuju ke jalanNya.
Banyak yang berpendapat, salah satu out put dari pergerakan NU ialah berupa PMII di kalangan Perguruan Tinggi.  Namun hal itu segera ditepis, bahwasanya PMII tak sekedar wadah berekspresi dari anak muda NU yang sedang mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi yang memang umatnya memiliki kecenderungan komunalisme, bergerombol pada organisasi yang memiliki ikatan historis dan kultural yang sangat lekat dengan NU melainkan PMII adalah organisasi kemahasiswaan yang berdiri dengan segebok idealisme, nilai-nilai dan paradigma gerakan tersendiri, yang kehadirannya diabdikan untuk perjuangan tanpa henti pada terwujudnya keadilan sosial, demokrasi, dan kemanusiaan. Mungkin hanya akan menjadi tanda tanya besar (?). [2]
Menyoal tugas keras seorang kader PMII ialah bagaimana kontribusinya kepada negara atau masyarakat di sekitar untuk kembali menepis ideologi-ideologi yang mulai bermunculan dan melenceng dengan hukum syar’i. Bukan hanya patuh dengan suara mayoritas melainkan kebenaran muncul karena adanya hukum syar’i yang berlaku salah satunya. Barangkali bukan hanya terkait sebagai solusi jalan keluar terkait penyimpangan aqidah melainkan tugas amanahnya dalam bersosial kepada masyarakat, kemanusiaan misalnya.
PMII sebagai organisasi Islam hendaknya memiliki kader-kader yang progressif dan menyejahterakan kaum sosial. Bukan selalu membanggakan benderanya dan berambisi mengejar jabatan tingi dengan bendera tersebut tetapi tetap peduli dan toleransi kepada bendera lain meskipun yang tak sepaham dengannya. Terbuka dengan pandangan golongan, madzhab, pandangan lain. Itulah sosok kader yang penting. Sosialnya tinggi, tidak individualistik, tajam ke atas dan tumpul ke bawah, memperjuangkan hak-hak kaum pinggiran yang sering menjadi minoritas melalui diskusi, tandingan, orasi dan semacamnya. Karena ketika pribadi menjadi cerdas dan bermanfaat dengan sosial maka di situlah hakikat hidup.
Mari kita kritisi diri ini sebagai kader PMII yang seperti apa kontribusinya, perjuangan, dan peninggalan apa yang sudah kita beri. Paling tidak melindungi diri dari pelencengan aqidah yang mulai muncul bumbu-bumbu baru di zaman sekarang. Kemudian membantu sosial agar tidak tergerus dengan golongan-golongan baru yang keluar dari hukum syar’i. Dan selalu berprinsip, untuk memberi manfaat bagi orang lain.
Salam pergerakan !


Wisudayanti GARRUDA 21



Tema “Tantangan PMII sebagai Organisasi Islam
 dalam Menghadapi Perkembangan Zaman”


           


[1]. Hadits ini diriwayatkan oleh, Abu Dawud, Kitab as-Sunnah, I-Bab Syarhus Sunnah no. 4596, dan lafazh hadits di atas adalah lafazh Abu Dawud.
2. At-Tirmidzi, Kitabul Iman, 18-Bab Maa Jaa-a fiftiraaqi Haadzihil Ummah, no. 2778 dan ia berkata: “Hadits ini hasan shahih.” (Lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi VII/397-398.)
3. Ibnu Majah, 36-Kitabul Fitan, 17-Bab Iftiraaqil Umam, no. 3991.
4. Imam Ahmad, dalam kitab Musnad II/332, tanpa me-nyebutkan kata “Nashara.”
5. Al-Hakim, dalam kitabnya al-Mustadrak, Kitabul Iman I/6, dan ia berkata: “Hadits ini banyak sanadnya, dan berbicara tentang masalah pokok agama.”
6. Ibnu Hibban, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Mawaariduzh Zhamaan, 31-Kitabul Fitan, 4-Bab Iftiraqil Ummah, hal. 454, no. 1834.
7. Abu Ya’la al-Maushiliy, dalam kitabnya al-Musnad: Musnad Abu Hurairah, no. 5884 (cet. Daarul Kutub Ilmiyyah, Beirut).
8. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitabnya as-Sunnah, 19-Bab Fii ma Akhbara bihin Nabiyyu -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- anna Ummatahu Sataftariqu, I/33, no. 66.
9. Ibnu Baththah, dalam kitab Ibanatul Kubra: Bab Dzikri Iftiraaqil Umam fii Diiniha, wa ‘ala kam Taftariqul Ummah? I/374-375 no. 273 tahqiq Ridha Na’san Mu’thi.
10. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah: Bab Dzikri Iftiraqil Umam fii Diinihi, I/306 no. 22, tahqiq Dr. ‘Abdullah bin ‘Umar bin Sulaiman ad-Damiiji.
[2] Radikal-alfaruq.blogspot.com

Comments

Popular posts from this blog

REVIEW FILM: KAFIR-BERSEKUTU DENGAN SETAN (2018)

Review Film, "The Secret: Suster Ngesot Urband Legend" [2018]